Bermula dari kegalauan hati Sang Prabu
Nagapercona mengenai pendamping hidupnya. Sang Prabu cemburu dengan
rakyatnya yang bersenda gurau dengan istri-istri mereka. Dipanggilah
Patih Sekipu dan Sang Prabu Nagapercona membabarkan isi hatinya dan
mengatakan bahwa ia ingin meminang Dewi Supraba. Patih Sekipu
menyarankan untuk meminta bantuan dari Emban Sekarlaras karena dikenal
banyak akalnya.
Setelah menerima perintah, berangkatlah
Emban Serlaras ke Jonggringsalaka untuk menyampaikan lamaran Sang Prabu
kepada Dewi Supraba. Batara Guru penguasa Jonggringsalaka merasa alamat
buruk dan mengundang para Dewa untuk rapat. Dan meminta penjagaan
diperketat.
Emban Sekarlaras pun tiba di Suralaya
dan dihadang oleh para dewa. Walaupun Emban Sekarlaras telah menerangkan
siapa dirinya dan meminta dipertemukan dengan Batara Guru namun para
dewa penjaga tidak mengindahkan dan mengusir Emban Sekarlaras.
Pertarungan pun tak dapat dihindari. Dengan kesaktian yang dimiliki
Emban Sekarlaras, para dewa pun tidak berkutik melawannya. Akhirnya
Batara Bayu turun tangan dan mengerahkan angin topan yang menerbangkan
tubuh Emban Sekarlaras hingga jatuh ke bumi.
Di Gilingwesi, Prabu Nagapercona dan
Patihnya membahas kemungkinan yang mungkin terjadi. Tiba-tiba seorang
hulubalang melaporkan bahwa Emban Sekarlaras jatuh dari langit. Raja
Gilingwesi dan Patih Sekipu segera mencarinya dan ternyata Sekarlaras
hanya pingsan. Tidak lama kemudian Sekarlaras siuman dan menceritakan
peristiwa yang dialami dan dari muka Prabu tampak api murka karena
penghinaan para dewa. Segera Sang Patih disuruh menyiapkan tentara
raksasa pilihan dan berangkatlah mereka ke Jonggringsalaka. Setiba di
Repat Kepanasan, pasukana raksasa dari Gilingwesi dihentikan oleh para
dewa.
Patih Sekipu meminta dipertemukan dengan
Batara Guru, namun Batara Bayu menolak dan panas hatilah Patih Sekipu
dan diseranglah para dewa yang sedang menjaga Repat Kepanasan. Korban di
kedua belah pihak tidak bisa dihindari, lama kelamaan pasukan para dewa
semakin lemah dan tidak kuat membendung kekuatan raksasa Gilingwesi.
Dan mundurlah pasukan dewa pimpinan Dewa Bayu menuju Selamanangkep. Dan
bersembunyi di dalam benteng kokoh.
Mundurnya pasukan Batara Bayu dilaporkan
ke Batara Guru oleh Batara Narada. Batara Guru memerintahkan supaya
Batara Narada turun ke mayapada untuk memberikan sejata Konta kepada
Arjuna yang ditugaskan oleh Raden Bratasena untuk mencari senjata yang
dapat memotong tali pusar Jabang Tutuka.
Diceritakan bahwa Jabang Tutuka telah
berumur tiga tahun. Tapi belum ada senjata yang dapat memotong tali
pusarnya. Dan dikatakan juga hanya dengan senjata Konta saja yang bisa
memotong tali pusar Jabang Tutuka. Batara Guru percaya hanya Jabang
Tutuka seorang yang dapat menyingkirkan Prabu Nagapercona dan
menyelamatkan Suralaya.
Tesebutlah sebuah negara Tablakancana
(Petapralaya) yang dikuasai oleh Prabu Begawan Redaya. Ia mempunyai
seorang anak bernama Bambang Aradea. Pada suatu hari Prabu Begawan
Redaya ribut dengan Bambang Aradea karena perilaku Raden Aradea yang
selalu mencari masalah. Setelah ribut-ribut itu Raden Aradea mengambil
keputusan untuk berpetualang.
Kebetulan pada waktu itu, Batara Narada
lagi melintas di atas hutan tempat Raden Aradea sedang beristirahat.
Batara Narada yang sedang mencari Arjuna melihat Raden Aradea yang
sangat mirip dengan Arjuna dan dihampirilah Raden Aradea. Dan
berceritalah Batara Narada mengenai tugas yang diembannya. Raden Aradea
tahu kalau Batara Narada salah orang dan Raden Aradea berpura-pura
menjadi Arjuna. Dan diserahkanlah pusaka Konta kepadanya.
Kebetulan Raden Arjuna juga lagi di
hutan yang sama. Di perjalanan pulang ke Suralaya, Batara Narada bersua
dengan rombongan Raden Arjuna. Terkejutlah Batara Narada. Ternyata dia
telah salah orang. Dan diceritakanlah apa yang telah terjadi kepada
Raden Arjuna. Semar segera mengetahui bahwa orang yang mirip dengan
Raden Arjuna adalah Raden Aradea. Setelah menceritakan semuanya, Batara
Narada langsung pulang ke Suralaya.
Bergegaslah Raden Arjuna mencari Raden
Aradea. Setelah ketemu, Raden Aradea tidak mau mengakui bahwa ia telah
menerima Kunta dari Batara Narada. Kemudian terjadilah perang mulut.
Karena tak mau menyerahkan senjata Konta dan takut kesalahannya
terbongkar, Raden Aradea menghunuskan Keris Bantalpipi dan menyerang
Raden Arjuna, namun Raden Arjuna dapat menghindar. Walaupun Keris
Bantalpipi Raden Aradea bisa dipukul jatuh oleh Raden Arjuna. Kesaktian
Raden Arjuna masih dibawah Raden Aradea. Pada satu kesempatan Raden
Aradea menyarangkan pukulan dan membuat Raden Arjuna pingsan. Setelah
mengambil kembali Keris Bantalpipi yang sempat terjatuh, Raden Aradea
pun memutuskan untuk minggat. Di saat itulah Raden Aradea hendak
melarikan diri, namun ketika ia mau melompat pergi, kakinya dipegang
oleh Raden Arjuna. Ia terjatuh dan terjadilah pergumulan. Keduanya sama
kuat dan dikisahkan pada saat pergumulan, Raden Arjuna sempat merebut
sarung senjata Kunta dari Raden Aradea sebelum Raden Aradea kabur ke
dalam kegelapan malam. Dengan kecewa Raden Arjuna pulang ke Amarta.
Di pagi hari menuju Amarta, rombongan
Raden Arjuna dikejutkan dengan munculnya Batara Narada. Batara Narada
meminta maaf atas kekeliruannya dan menjelaskan bahwa sarung Konta tetap
berguna dan dapat digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tutuka.
Mendapat penjelasan dari Batara Narada, Raden Arjuna memutuskan untuk
berangkat ke Pringgandani.
Di Pringgandani, Raden Bratasena sedang pusing tujuh keliling memikirkan nasib anakanya Jabang Tutuka yang sampai sekarang tali pusarnya belum terpotong. Raden Bratasena
akhirnya memutuskan pergi ke Amarta untuk menemui adiknya Raden Arjuna.
Waktu hendak berangkat, Batara Kresna mengunjungi Pringgandani. Dan Raden Bratasena
meminta saran karena pikirannya sedang kacau. Batara Kresna meminta
Raden Bratasena supaya sabar dan ikhlas menerima semua itu karena semua
itu sudah rencana yang maha kuasa. Dan menghibur bahwa nantinya Jabang
Tutuka akan menjadi anak yang sakti mandraguna.
Karena gelisah akan nasib Jabang Tutuka dan Raden Arjuna yang belum ada kabar beritanya, Prabu Darmakusuma,
Raden Nakula, dan Raden Sadewa berangkat ke Pringgandani untuk
memberikan pertolongan untuk mencari Raden Arjuna. Tetapi dilarang oleh
Batara Kresna dan meminta semua untuk menunggu Raden Arjuna.
Tak lama kemudian, Raden Arjuna tiba di Pringgandani. Setelah sembah sujud kepada Prabu Darmakusuma, Raden Bratasena, dan Batara Kresna dan salam kepada Raden Sadewa dan Raden Nakula. Raden Bratasena berteriak meminta Raden Arjuna menyerahkan senjata yang dapat memotong tali pusar Jabang Tutuka.
Raden Arjuna dengan gugup menjelaskan bahwa yang didapatnya bukan senjata tetapi hanya sarungnya. Meledaklah marah Raden Bratasena, hampir-hampir Raden Arjuna kena hajar. Untung ada Batara Kresna yang mencegah dan meminta Raden Bratasena mendengar penjelasan Raden Arjuna.
Sambil memperlihatkan kuku Pancanaka-nya,
Bratasena berjalan modar-mandir menanti penjelasan dari Raden Arjuna.
Arjuna pun menjelaskan dari awal sampai akhir peristiwa yang dialaminya.
Semua orang terkagum-kagum dengan sarung senjata Konta, hanya Bratasena
yang tidak percaya dengan keampuhannya. Tapi dengan telaten Batara
Kresna memberi nasihat supaya tali pusar Jabang Tutuka dicoba potong
dengan sarung Konta.
Akhirnya Raden Bratasena
setuju dan semua yang diperlukan disiapkan. Sedangkan yang lainnya
berdoa. Batara Kresna yang ditugaskan untuk memotong tali pusar anaknya.
Tali pusar berhasil dipotong tapi kemudian hal yang ajaib terjadi.
Sarung Konta tertelan oleh tali pusar Jabang Tutuka. Hal ini membuat
histeris semua orang. Raden Bratasena
bergegas menarik keluar sarung itu tapi semakin ditarik semakin masuk
ke dalam perut sang bayi. Akhirnya sarung itu masuk sepenuhnya ke dalam
perut Jabang Tutuka.
Tak terbayangkan tentang kesedihan Dewi Arimbi.
Mereka yang menyaksikan peristiwa tersebut tak dapat berbuat apa-apa,
selain memanjatkan doa dihatinya masing-masing. Yang teredengar hanyalah
tangisan Jabang Tutuka dan isak Dewi Arimbi yang menyayat hati Bratasena. Tiba-tiba lagi muncullah Batara Narada yang datang melihat Jabang Tutuka. Dikatakan pada Raden Bratasena
kalau di masa yang akan datang, Jabang Tutuka akan menjadi sosok
pahlawan yang disengani oleh kawan mau pun lawan. Dan diperingati pula
supaya hati-hati kalau perang tanding dengan Karna karena hanya senjata
Konta milik Karna yang dapat membinasakan Jabang Tutuka.
Waktu berjalan dari hari ber ganti hari,
bulan berganti bulan. Jabang Tutuka sekarang telah dapat berjalan dan
sangat lincah. Semua orang sangat senang dengan kelucuan Jabang Tutuka.
Memang sudah kebiasaan Batara Narada untuk datang dan pergi secara
mendadak. Batara Narada muncul dihadapan Jabang Tutuka yang lagi bermain
dengan ayahnya. Dan Batara Narada mengatakan bahwa sudah waktunya untuj
Jabang Tutuka. Kata-kata itu membuat Bratasena heran dan bertanya apa
maksudnya. Dijelaskanlah oleh Batara Narada kalau dirinya membawa tugas
untuk meminjam Jabang Tutuka untuk membantu para dewa membasmi
keangkaramurkaan Prabu Nagapercona, karena dipercaya raja-raja bahkan
dewa-dewa tidak ada yang mampu menaklukkan Raden Nagapercona dan hanya
Jabang Tutuka seorang yang dapat menaklukkan Prabu Nagapercona.
Maka minta izinlah Batara Narada untuk
meminjam Jabang Tutuka untuk menghadapi Prabu Nagapercona. Logika saja
mana mungkin seorang anak kecil menghadapi musuh yang bahkan para dewa
pun tidak sanggup melawan. Bratasena marah kepada kehendak dewa dan
mengatakan bahwa anaknya hanya akan digunakan sebagai tumbal. Kebetulan
tibalah Batara Kresna yang datang berkunjung untuk menengok Jabang
Tutuka. Dan Batara Kresna pun ditempatkan sebagai penengah masalah yang
rumit ini.
Batara Kresna berkata bahwa semua di
dunia ini telah diatur oleh Yang Esa. Kebetulan mereka semua medapatkan
titipan untuk membina dan menjaga Jabang Tutuka. Dan sekarang para
dewata ingin meminjam Jabang Tutuka untuk membasmi keangkaramurkaan.
Tiba-tiba saja Jabang Tutuka berkata bahwa dia ingin menjadi pahlawan.
Akhirnya direlakanlah anaknya untuk membantu para dewata demi kebaikan
umat manusia. Bratasena melepaskan Jabang Tutuka dengan ancaman kalau anaknya terluka, dia akan menyerang Suralaya.
Sementara pasukan Prabu Nagapercona dan
pasukannya telah mengepung rapat Selamanangkep dan berusaha mendobrak
pintu benteng. Tetapi pintu benteng terlalu kokoh dan akhirnya Prabu
Nagapercona hanya bisa menunggu para dewa untuk keluar menghadapinya.
Sifat Prabu Nagapercona tidak sabaran,
sambil menunggu dia mencaci maki para dewa. Tiba-tida dari belakang batu
gunung terdengan suara tantangan yang ditujukan kepada Prabu
Nagapercona. Prabu Nagapercona heran siapa yang berani menghina dia.
Dewa saja tidak berani. Di dekatilah tempat asal suara tapi dia tidak
ketemu dengan siapa-siapa. Lalu suara hinaan muncul lagi balik batu
gunung yang lain. Prabu Nagapercona mengejar ke situ dan tetap tidak
memenumkan siapa-siapa. Hal ini berulang berkali-kalai sehingga Prabu
Nagapercona keletihan mencari. Pada waktu beristirahat, Prabu
Nagapercona melihat ada sosok yang sedang berteriak menantang dirinya.
Dengan rasa ingin tahu, didekatilah sosok itu. Ternyata sosok itu adalah
Jabang Tutuka.
Terkejutlah Prabu Nagapercona ketika
melihat sosok itu ternyata anak kecil. Ketika sudah dekat dengan Jabang
Tutuka, tanpa ba bi bu, Prabu Nagapercona langsung menganyunkan gada
raksasanya ke tubuh Jabang Tutuka. Beruntunglah Jabang Tutuka yang
sempat menghidar. Dan terjadilah kejar mengejar. Pada suatu kesempatan,
melompatlah Jabang Tutuka ke pundak Prabu Nagapercona dan menanggalkan
mahkota sang Prabu. Sang Prabu dengan cekatan menangkap Jabang Tutuka
dan meremas-remas tubuh Jabang Tutuka, tapi aneh bukannya kesakitan,
Jabang Tutuka malah ketawa cekikikan karena geli. Melihat usahanya tidak
berhasil, Prabu Nagapercona melempar Jabang Tutuka ke karang dengan
maksud membuat mati. Tapi dengan cekatan Jabang Tutuka melompat dari
tangan Prabu Nagapercona dan akhirnya dia bebas lagi.
Pertempuran berlanjut dengan seru, Prabu
Nagapercona mengejar dan menghantam membabi buta dan Jabang Tutuka
dengan lincah menghindar. Sampai-sampai waktu mengejar Jabang Tutuka,
Prabu Nagapercona menabrak batu karang dan mengakibatkan giginya copot
satu. Dan Jabang Tutuka segera menyambit batu ke muka Prabu Nagapercona
dan mengakibatkan mata kirinya bengkak.
Meskipun hanya cidera ringan, Prabu
Nagapercona merasa terhina oleh derita yang didapat. Langsung saja Prabu
Nagapercona melepaskan ajian yang dapat membutakan mata ke arah Jabang
Tutuka. Seketika itu juga Jabang Tutuka buta. Tapi Jabang Tutuka tidak
menyerah dan tetap melawan. Tapi apa dayanya, Jabang Tutuka sudah tidak
dapat melihat. Satu pukulan mendarat dikepalanya, lalu tubuhnya dicekal
oleh Prabu Nagapercona dan dibantinglah Jabang Tutuka ke karang runcing.
Dan matilah Jabang Tutuka.
Di tempat persembunyian, Batara Narada
mengamati pertarungan mereka. Dan menjadi amat bingung melihat Jabang
Tutuka mati teraniaya. Setelah Prabu Nagapercona pergi meninggalkan
jasad Jabang Tutuka, baru Batara Narada muncul dan menghampiri Jabang
Tutuka dan dibawalah jasad Jabang Tutuka ke Suralaya. Para dewata semua
bingung atas apa yang terjadi. Mereka takut dan malu karena kalau
Bratasena tahu apa yang terjadi dengan anaknya, dia pasti akan menyerang
ke Suralaya. Akhirnya para dewata sepakat untuk meminta nasehat dari
Batara Guru.
Batara Guru menjelaskan kalau dia akan
meminta Yang Esa untuk supaya Jabang Tutuka dihidupkan lagi dalam
kedewasaannya. Tapi Batara Guru merasa itu saja tidak cukup. Dan
memerintahkan supaya Jabang Tutuka dipersakti dengan cara digodok, dan
digembleng di Kawah Candradimuka supaya dapat menjadi anak yang dapat
melawan Prabu Nagapercona.
Atas permintaan dari Batara Guru, Yang
Maha Esa menghidupkan Jabang Tutuka dalam keadaan dewasanya. Pada saat
Jabang Tutuka terbangun, dia bingung kenapa dia sudah tumbuh dewasa dan
berada ditempat yang sangat indah. Dan dijelaskanlah oleh Batara Narada
kalau dia sedang berada di Suralaya dan akan digembleng dikawah
Candradimuka untuk menghadapi Prabu Nagapercona.
Dengan kebulatan tekad, Jabang Tutuka
melompat kedalam kawah Candradimuka yang laharnya panas mendidih
berwarna merah-kemerahan. Menurut cerita perwayangan, Jabang Tutuka
tidak merasakan panasnya lahar tetapi dingin. Juga dipercaya para dewata
mencampurkan tembaga, timah, kawat, intan, dan berlian ke dalam kawah.
Baja dan besi pun dicampurkannya untuk membuat sempurna godogan. Terjadi
keajaiban lagi, tubuh Jabang Tutuka bertambah besar dan perkasa.
Setelah beberapa saat, keluarlah Jabang Tutuka dari kawah dan disambut
oleh para dewata. Kemudian Jabang Tutuka dibawa ke hadapan Batara Guru
dan diberi pakaian.
Di luar sana, Prabu Nagapercona masih
mencoba mendobrak pintu Suralaya. Dan tiba-tiba kepalanya terpukul oleh
sesuatu dan tidak ada satupun orang yang melihat apa yang telah
memukulnya. Prabu Nagapercona kembali melangkah dan tiba-tiba pukulan
datang menghantam pasukannya. Sehingga pasukan dari Gilingwesi lari
berantakan karena takut akan pukulan tanpa bayangan. Akhirnya Prabu
Nagapercona turun tangan dan menantang perang empu pukulan tanpa
bayangan itu.
Munculah Jabang Tutuka dan Prabu
Nagapercona tidak mengenal pemuda itu sebagai anak kecil yang telah ia
binasakan tempo dulu. Ia memuji pukulan Jabang Tutuka yang keras. Dan
meminta pintu Suralaya dibuka. Jabang Tutuka menyetujuinya tapi Prabu
Nagapercona harus memenuhi beberapa persyaratan dari Jabang Tutuka.
Jabang Tutuka meminta Prabu Nagapercona
menyimpan senjatanya lalu bersender di batu gunung sambil menutup mata
dan mulut. Jabang Tutuka memerintahkan kalau Prabu Nagapercona melanggar
maka akan gagal semua usahnya. Pada kesempatan baik itu, Jabang Tutuka
melayangkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh Prabu Nagapercona dengan
leluasanya.
Marahlah Prabu Nagapercona dan
dihajarlah Jabang Tutuka. Pada serangan berikutnya dia gagal mengenai
Jabang Tutuka yang cepat seperti kilat. Akhirnya Prabu Nagapercona
mengerahkan ajian pernah digunakan untuk membutakan Jabang Tutuka. Tapi
kali ini ajiannya tidak berhasil melukai Jabang Tutuka. Jabang Tutuka
berkata bahwa dulu dengan ajian itu Prabu Nagapercona bisa membutakan
matanya tapi sekarang sudah tidak bisa lagi. Terkejut setengah mati
Prabu Nagapercona mendengar tutur Jabang Tutuka. Karena bukankah Jabang
Tutuka telah dia binasakan dan kenapa pula Jabang Tutuka bisa hidup dan
menjadi besar dan perkasa seperti sekarang.
Prabu Nagapercona yang lagi bengong
memikirkan masalah itu diserang oleh Jabang Tutuka. Satu pukulan dan
satu tendangan mendarat di dagu dan dada Prabu Nagapercona. Setelah itu
kejar mengejar terjadi lagi dan akhirnya tenaga Prabu Nagapercona mulai
meninggalkan tubuhnya. Pada kesempatan itu Jabang Tutuka mengerahkan
kekuatan penuhnya untuk memukul Prabu Nagapercona dan binasalah Prabu
itu.
Ternyata pertarungan itu ditonton oleh
para dewata dan rombongan Arjuna. Arjuna dam rombongannya mendapat tugas
dari Bratasena untuk mencari tahu kabar Jabang Tutuka. Setelah perang
tanding itu dimenangkan oleh Jabang Tutuka, para dewata pun muncul dan
mengucapkan selamat atas kemenangannya.
Para dewata memberikan pujian-pujian dan nama-nama untuk Jabang Tutuka. Batara Narada memberi nama Gatot Kaca,
Batara Sambo memberi nama Melayangtengah, Batara Darma menjuluki
Kancing Jaya, Batara Brahma menjuluki Purabaya. Batara Kamajaya memberi
nama Satria Pringgandani. Batara Batu memberi nama Krincingwesi. Batara Surya memberi nama Arimbisuta karena Jabang Tutuka adalah putra dari Dewi Arimbi. Batara Kurewa memberi nama Ideralam. Batara Pulandara menjuluki Bimaputra, Batara Indra memberi nama Suryapringga.
Sementara rombongan Raden Arjuna
menghampiri Jabang Tutuka dan menanyakan nama ksatria yang telah
membinasakan Raden Nagapercona. Dijelaskanlah oleh para dewa duduk
persoalan apa yang terjadi dengan Jabang Tutuka. Dan disuruhlah Jabang
Tutuka untuk bersujud didepan Randen Arjuna.
Di Pringgandani, Bratasena
kedatangan tamu Raden Aradea yang sadar akan kesalahannya dan ingin
mengembalikan senjata Konta. Raden Aradea menghadap Raden Bratasena dan
meminta maat. Tapi dasar sifat Raden Bratasena
yang kasar, setelah mendengar permintaan maaf itu marahlah Raden
Bratasena dan menghajar Raden Aradea sampai babak belur. Sungguh
beruntung Raden Aradea karena Dewi Arimbi
yang baik hati mencegah suaminya karena bukankah Raden Aradea telah
minta maaf dan Raden Aradea juga masih ada hubungan saudara dengan
suaminya. Pada kesempatan itu kaburlah Raden Aradea dan sejata Konta
akhirnya tidak dikembalikan kepada Raden Bratasena.
Pada perang Baratayudha, Raden Aradea yang telah berganti nama menjadi Adipati Karna akan membinasakan Gatot Kaca dengan senjata Konta. Senjata Konta Adipati Karna tembus ke dalam perut Gatot Kaca dan masuk ke sarungnya.
Belum puas Raden Bratasena menghajar Raden Aradea, maka dikejarlah Raden Aradea. Tepat diluar istana, langkah Raden Bratasena
terhenti oleh rombongan Raden Arjuna beserta Jabang Tutuka.
Diterangkanlah apa yang terjadi dengan Jabang Tutuka dan Jabang Tutuka
pun memperlihatkan pusarnya kepada ayahnya. Tapi Raden Bratasena tidak
mau mengakui begitu saja maka ditantanglah Jabang Tutuka. Jabang Tutuka
bersedia tapi tidak mau membalas menyerang dan hanya menghindar dan
menangkis. Karena kesaktian Jabang Tutuka yang lincah dan tidak mempan
pukulan, akhirnya Raden Bratasena mengaku kalah. Dan diakuilah kalau
pemuda itu oleh Raden Bratasena sebagai putranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar